0

PEREKONOMIAN INDONESIA

Posted by Unknown on 23.27
BAB V
Kemiskinan dan Kesenjangan
1.      Konsep dan Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan.
Besarnya kemiskinan dapat diukur dengan atau tanpa mengacu kepada garis kemiskinan. Konsep yang mengacu kepada garis kemiskinan disebut kemiskinan relatif, sedangkan konsep yang pengukurannya tidak didasarkan pada garis kemiskinan disebut kemiskinan absolute. Kemiskian relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan di dalam distribusi pendapatan, yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud. Di negara-negara maju, kemiskinan relatif diukur sebagai suatu proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata per kapita. Sebagi suatu ukuran relatif, kemiskinan relatif dapat berbeda menurut Negara atau periode di suatu Negara. Kemiskinan absolute adalah derajat dari kemiskinan di bawah, dimana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak terpenuhi.
2.      Garis Kemiskinan
Garis kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih tinggi di negara maju daripada di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk menanggulangi kemiskinan.
3.      Penyebab dan Dampak Kemiskinan
1. Penyebab Kemiskinan
A. Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang (faktor internal)
   Rendahnya kualitas sumberdaya manusia karena tingkat pendidikan (keterampilan) atau kesehatan rendah atau ada hambatan budaya (budaya kemiskinan). Kesenjangan sosial dapat muncul sebagai akibat dari nilai-nilai kebudayaan yang dianut oleh sekelompok orang itu sendiri. Akibatnya, nilai-nilai luas, seperti apatis, cenderung menyerah pada nasib, tidak mempunyai daya juang, dan tidak mempunyai orientasi kehidupan masa depan. Dalam penjelasan Lewis (1969), kesenjangan sosial tipe ini muncul karena masyarakat itu terkungkung dalam kebudayaan kemiskinan.
B. Faktor-faktor yang berasal dari luar kemampuan seseorang (faktor eksternal),
     Hal ini dapat terjadi karena birokrasi atau ada peraturan-peraturan resmi (kebijakan), sehingga dapat membatasi atau memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang yang tersedia. Dengan kata lain, kesenjangan sosial bukan terjadi karena seseorang malas bekerja atau tidak mempunyai kemampuan sebagai akibat keterbatasan atau rendahnya kualitas sumberdaya manusia, tetapi karena ada hambatan-hambatan atau tekanan-tekanan struktural. Kesenjangan sosial ini merupakan salah satu penyebab munculnya kemiskinan struktural.
2. Dampak Kemiskinan
Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat umumnya begitu banyak dan kompleks
1. Pengangguran
Sebagaimana kita ketahui jumlah pengangguran terbuka tahun 2007 saja sebanyak 12,7 juta orang. Jumlah yang cukup “fantastis” mengingat krisis multidimensional yang sedang dihadapi bangsa saat ini. Dengan banyaknya pengangguran berarti banyak masyarakat tidak memiliki penghasilan karena tidak bekerja. Karena tidak bekerja dan tidak memiliki penghasilan mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Secara otomatis pengangguran telah menurunkan daya saing dan beli masyarakat. Sehingga, akan memberikan dampak secara langsung terhadap tingkat pendapatan, nutrisi, dan tingkat pengeluaran rata-rata.
2. Kekerasan
Sesungguhnya kekerasan yang marak terjadi akhir-akhir ini merupakan efek dari pengangguran. Karena seseorang tidak mampu lagi mencari nafkah melalui jalan yang benar dan halal. Ketika tak ada lagi jaminan bagi seseorang dapat bertahan dan menjaga keberlangsungan hidupnya maka jalan pintas pun dilakukan. Misalnya, merampok, menodong, mencuri, atau menipu [dengan cara mengintimidasi orang lain] di atas kendaraan umum dengan berpura-pura kalau sanak keluarganya ada yang sakit dan butuh biaya besar untuk operasi. Sehingga dengan mudah ia mendapatkan uang dari memalak.
3. Pendidikan
Tingkat putus sekolah yang tinggi merupakan fenomena yang terjadi dewasa ini. Mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak dapat lagi menjangkau dunia sekolah atau pendidikan. Jelas mereka tak dapat menjangkau dunia pendidikan yang sangat mahal itu. Sebab, mereka begitu miskin. Untuk makan satu kali sehari saja mereka sudah kesulitan.Akhirnya kondisi masyarakat miskin semakin terpuruk lebih dalam. Tingginya tingkat putus sekolah berdampak pada rendahya tingkat pendidikan seseorang. Dengan begitu akan mengurangi kesempatan seseorang mendapatkan pekerjaan yang lebih layak. Ini akan menyebabkan bertambahnya pengangguran akibat tidak mampu bersaing di era globalisasi yang menuntut keterampilan di segala bidang.
4. Kesehatan
Seperti kita ketahui, biaya pengobatan sekarang sangat mahal. Hampir setiap klinik pengobatan apalagi rumah sakit swasta besar menerapkan tarif atau ongkos pengobatan yang biayanya melangit. Sehingga, biayanya tak terjangkau oleh kalangan miskin.
5. Konflik sosial bernuansa SARA
Tanpa bersikap munafik konflik SARA muncul akibat ketidakpuasan dan kekecewaan atas kondisi miskin yang akut. Hal ini menjadi bukti lain dari kemiskinan yang kita alami. M Yudhi Haryono menyebut akibat ketiadaan jaminan keadilan “keamanan” dan perlindungan hukum dari negara, persoalan ekonomi-politik yang obyektif disublimasikan ke dalam bentrokan identitas yang subjektif.
Terlebih lagi fenomena bencana alam yang kerap melanda negeri ini yang berdampak langsung terhadap meningkatnya jumlah orang miskin. Kesemuanya menambah deret panjang daftar kemiskinan. Dan, semuanya terjadi hampir merata di setiap daerah di Indonesia. Baik di perdesaan maupun perkotaan.

4.      Pertumbuhan Kesenjangan dan Kemiskinan
Data 1970 – 1980 menunjukkan ada korelasi positif antara laju pertumbuhan dan tingkat kesenjangan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan PDB/pendapatan perkapita, semakin besar perbedaan si kaya dengan si miskin.
Penelitian di Asia Tenggara oleh Ahuja, dkk (1997) menyimpulkan bahwa selama periode 1970an dan 198an ketimpangan distribusi pendapatan mulai menurun dan stabil, tapi sejak awal 1990an ketimpangan meningkat kembali di LDC’s  dan DC’s seperti Indonesia, Thaliland, Inggris dan Swedia.
Janti (1997) menyimpulkan è semakin besar ketimpangan dalam distribusi pendapatan disebabkan oleh pergeseran demografi, perubahan pasar buruh, dan perubahan kebijakan publik. Perubahan pasar buruh ini disebabkan oleh kesenjangan pendapatan dari kepala keluarga dan semakin besar saham pendapatan istri dalam jumlah pendapatan keluarga.
Hipotesis Kuznetsè ada korelasi positif atau negatif yang panjang antara tingkat pendapatan per kapita dengan tingkat pemerataan distribusi pendapatan. 
Dengan data cross sectional (antara negara) dan time series, Simon Kuznets menemnukan bahwa relasi kesenjangan pendapatan dan tingkat pendapatan perkapita berbentuk U terbalik.

Hasil ini menginterpretasikan: Evolusi distribusi pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan ke ekonomi perkotaan (ekonomi industri) è Pada awal proses pembangunan, ketimpangan distribusi pendapatan naik sebagai akibat proses urbanisasi dan industrialisasi dan akhir proses pembangunan, ketimpangan menurun karena sektor industri di kota sudah menyerap tenaga kerja  dari desa atau produksi atau penciptaan pendapatan dari pertanian lebih kecil.
Banyak studi untuk menguji hipotesis Kuznets dengan hasil:
a.    Sebagian besar mendukung hipotesis tersebut, tapi sebagian lain menolak
b.   Hubungan positif pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan hanya dalam jangka panjang dan ada di DC’s
c.    Kurva bagian kesenjangan (kiri) lebih tidak stabil daripada porsi kesenjangan menurun sebelah kanan.
Deininger dan Squire (1995) dengan data deret waktu mengenai indeks Gini dari 486 observasi dari 45 LDC’s dan DC’s (tahun 1947-1993) menunjukkan indeks Gini berkorelasi positif antara tahun 1970an dengan tahun 1980an dan 1990an.
Anand dan Kanbur (1993) mengkritik hasil studi Ahluwalia (1976) yang mendukung hipotesis Kuznets. Keduanya menolak hipotesis Kuznets dan menyatakan bahwa distribusi pendapatan tidak dapat dibandingkan antar Negara, karena konsep pendapatan, unit populasi dan cakupan survey berbeda.
Ravallion dan Datt (1996) menggunakan data India:
§  proxy dari pendapatan perkapita dengan melogaritma jumlah produk domestik (dalam nilai riil) per orang (1951=0)
§  proxy tingkat kesenjangan adalah indeks Gini dari konsumsi perorang (%)
Hasilnya menunjukkan tahun 1950an-1990an rata-rata pendapatan perkapita meningkat dan tren perkembangan tingkat kesenjangan menurun (negative).
Ranis, dkk (1977) untuk China menunjukkan korelasi negative antara pendapatan dan kesenjangan.
5.      Beberapa Indikator Kesenjangan dan Kemiskinan
Kalau diuraikan satu persatu jumlah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi, langsung maupun tidak langsung, tingkat kemiskinan cukup banyak yaitu :
·         Mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas tenaga kerja)
·         Tingkat upah neto
·         Distribusi pendapatan
·         Kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia)
·         Tingkat inflasi
·         Pajak dan subsidi
·         Investasi
·         Alokasi serta kualitas sda
·         Ketersediaan fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air dan lokasi pemukiman)
·         Penggunaan teknologi
·         Tingkat dan jenis pendidikan
·         Kondisi fisik dan alam di suatu wilayah seperti (etos kerja dan motivasi pekerja, kultur/budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam dan peperangan).
Kalau diamati, sebagian besar dari faktor-faktor tersebut juga mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, tingkat pajak yang tinggi membuat tingkat upah neto rendah dan ini bisa mengurangi motivasi kerjsa seseorang sehingga produktivitasnya menurun selanjutnya mengakibatkan tingkat upah netonya berkurang lagi, dan seterusnya. Jadi tidak mudah memastikan apakah karena pajak naik atau produktivitasnya yang turun membuat pekerja jadi miskin karena upah netonya rendah.
6.      Kemiskinan di Indonesia
Krisis Ekonomi tahun 1998 memberikan hantaman yang besar terhadap perekonomian nasional, termasuk meningkatnya angka kemiskinan masyarakat yang naik menjadi 49,50 Juta atau sekitar 24,23 % dari jumlah penduduk Indonesia, dari hanya 34,01 Juta (17,47 %) pada tahun 1996. Pada tahun 2013, sekitar 28 juta penduduk hidup di bawah Rp 293.000 per bulan.Selain itu, 68 juta penduduk hidup sedikit di atas angka tersebut. Kejadian kecil bisa dengan mudah membuat mereka jatuh miskin, dan memang banyak keluarga keluar-masuk dari perangkap kemiskinan.
Secara umum, angka kemiskinan Indonesia sejak 1998 – 2011 terus menurun. Penurunan tersebut tidak lepas dari upaya keras pemerintah untuk menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro-rakyat. Kendati belum bisa dikatakan maksimal, akan tetapi tren penurunan menunjukan bahwa program-program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan pemerintah telah memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam mengembangkan hak-hak dasar mereka.
Sepanjang satu dekade terakhir, tingkat kemiskinan dan jumlah penduduk miskin secara nasional terus menurun. Namun demikian, untuk mencapai target pemerintahan SBY – Boediono sebesar 8-10 persen pada akhir tahun 2014 bukanlah pekerjaan mudah. Tahun 2010, tingkat kemiskinan adalah 13,33 persen, atau 31,02 juta Jiwa penduduk hidup di bawah garis kemiskinan. Dari Maret 2009 hingga Maret 2010, 14,7 juta penduduk keluar dari garis kemiskinan, tetapi 13.2 juta lainnya jatuh kembali ke bawah garis kemiskinan. Ini berarti bahwa secara absolut hanya sekitar 1,5 juta penduduk yang keluar dari kemiskinan. Kelompok individu/penduduk yang berada dekat dengan garis kemiskinan (hampir miskin/near poor) merupakan kelompok yang rentan terhadap berbagai goncangan (shock).
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kuat telah membantu mengurangi kemiskinan, dan tingkat kemiskinan turun dari 24% pada tahun 1999 menjadi 11,4% pada 2013. Tetapi tingkat penurunan kemiskinan melambat.
7.      Faktor-faktor Penyebab Kemiskinan
·         Penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
·         Penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga. Penyebab keluarga juga dapat berupa jumlah anggota keluarga yang tidak sebanding dengan pemasukan keuangan keluarga.
·         Penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar. Individu atau keluarga yang mudah tergoda dengan keadaan tetangga adalah contohnya.
·         Penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya adalah perbudakan.
·         Penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.
8.      Kebijakan Anti Kemiskinan
1) Kartu Keluarga Sejahtera (KKS) adalah kartu yang diterbitkan oleh Pemerintah sebagai penanda keluarga kurang mampu, sebagai pengganti Kartu Perlindungan Sosial (KPS).
2) Perlindungan Sosial (KPS)
Perlindungan Sosial (KPS) adalah kartu yang diterbitkan oleh Pemerintah sebagai penanda Rumah Tangga Miskin. KPS memuat informasi Nama Kepala Rumah Tangga, Nama Pasangan Kepala Rumah Tangga, Nama Anggota Rumah Tangga Lain, Alamat Rumah Tangga, Nomor Kartu Keluarga, dilengkapi dengan kode batang (barcode) beserta nomor identitas KPS yang unik. Bagian depan bertuliskan Kartu Perlindungan Sosial dengan logo Garuda , dan masa berlaku kartu.
Sebagai penanda Rumah Tangga Miskin, Kartu Perlindungan Sosial ini berguna untuk mendapatkan manfaat dari Program Subsidi Beras untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah atau dikenal dengan Program RASKIN. Selain itu KPS dapat juga digunakan untuk mendapatkan manfaat program Bantuan Siswa Miskin (BSM) dan Program Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).
Pemerintah mengeluarkan Kartu Perlindungan Sosial ini kepada 15,5 juta Rumah Tangga Miskin dan rentan yang merupakan 25% Rumah Tangga dengan status sosial ekonomi terendah di Indonesia.
3) Jaminan Kesehatan Nasional
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) adalah program bantuan sosial untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan hampir miskin.
Semenjak diberlakukannya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) semenjak 1 Januari 2014, maka program Jamkesmas melebur kedalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Masyarakat miskin dan hampir miskin yang sebelumnya menjadi peserta Jamkesmas akan secara otomatis menjadi peserta JKN ini.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang diselenggarakan dengan menggunakan mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh Pemerintah.
Untuk masyarakat miskin yang tadinya merupakan peserta Jamkesmas, iuran kepesertaannya dibayarkan oleh Pemerintah yang disebut sebagai Penerima Bantuan Iuran (PBI).
4) Program Keluarga Harapan (PKH)

Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program perlindungan sosial yang memberikan bantuan tunai kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) dan bagi anggota keluarga RTS diwajibkan melaksanakan persyaratan dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Program ini dalam jangka pendek bertujuan mengurangi beban RTSM dan dalam jangka panjang diharapkan dapat memutus mata rantai kemiskinan antar generasi, sehingga generasi berikutnya dapat keluar dari perangkap kemiskinan.
5) Bantuan Operasional Sekolah (BOS)
Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) adalah program pemerintah untuk penyediaan biaya nonpersonalia bagi satuan pendidikan dasar dan menengah pertama sebagai wujud pelaksanaan program wajib belajar 9 tahun.
Tujuan
Mengurangi beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajib belajar sembilan tahun yang bermutu.
6) Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin)
Program Beras Untuk Keluarga Miskin (Raskin) merupakan subsidi pangan yang diperuntukkan bagi keluarga miskin sebagai upaya dari pemerintah untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memberikan perlindungan pada keluarga miskin.
Tujuan
Mengurangi beban pengeluaran Rumah Tangga Sasaran (RTS) melalui pemenuhan sebagian kebutuhan pangan pokok dalam bentuk beras dan mencegah penurunan konsumsi energi dan protein.Selain itu raskin bertujuan untuk meningkatkan / membuka akses pangan keluarga melalui penjualan beras kepada keluarga penerima manfaat dengan jumlah yang telah ditentukan.
7) Bantuan Siswa Miskin (BSM)
Program Bantuan Siswa Miskin (BSM) adalah bantuan yang diberikan kepada siswa dari keluarga kurang mampu untuk dapat melakukan kegiatan belajar di sekolah. Bantuan ini memberikan peluang bagi siswa untuk mengikuti pendidikan di level yang lebih tinggi.
Tujuan
Agar siswa dari kalangan tidak mampu dapat terus melanjutkan pendidikan di sekolah. Selain itu juga bertujuan untuk mengurangi jumlah siswa putus sekolah akibat permasalahan biaya pendidikan.
8) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri ((PNPM Mandiri)
PNPM adalah program nasional dalam wujud kerangka sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program – program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat.
9) Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah dana pinjaman dalam bentuk Kredit Modal Kerja (KMK) dan atau Kredit Investasi (KI) dengan plafon kredit dari Rp. 5 Juta sampai dengan Rp 500 Juta.
Tujuan
Meningkatkan akses pembiayaan perbankan yang sebelumnya hanya terbatas pada usaha berskala besar dan kurang menjangkau pelaku usaha mikro kecil dan menengah seperti usaha rumah tangga dan jenis usaha mikro lain yang bersifat informal, mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM.
BAB VI
Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi Daerah
A. UU Otonomi Daerah
Otonomi daerah di Indonesia adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Beberapa aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah:
1.      Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah
2.      Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
3.      Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
4.      Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
5.      Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah
6.      Perpu No. 3 Tahun 2005 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7.      Undang-Undang No. 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

B. Perubahan Penerimaan Daerah Dan Peranan Pendapatan Asli Daerah
Perubahan atas pendapatan, terutama PAD bisa saja berlatarbelakang perilaku oportunisme para pembuat keputusan, khususnya birokrasai di SKPD dan SKPKD. Namun, tak jarang perubahan APBD juga memuat preferensi politik para politisi di parlemen daerah (DPRD). Anggaran pendapatan akan direvisi dalam tahun anggaran yang sedang berjalan karena beberapa sebab, diantaranya karena (a) tidak terprediksinya sumber penerimaan baru pada saat penyusunan anggaran, (b) perubahan kebijakan tentang pajak dan retribusi daerah, dan (c) penyesuaian target berdasarkan perkembangan terkini.
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan mengapa perubahan atas anggaran pendapatan terjadi, di antaranya:
1.      Target pendapatan dalam APBD underestimated (dianggarkan terlalu rendah). Jika sebuah angka untuk target pendapatan sudah ditetapkan dalam APBD, maka angka itu menjadi target minimal yang harus dicapai oleh eksekutif. Target dimaksud merupakan jumlah terendah yang “diperintahkan” oleh DPRD kepada eksekutif untuk dicari dan menambah penerimaan dalam kas daerah.
2.      Alasan penentuan target PAD oleh SKPD dapat dipahami sebagai praktik moral hazard yang dilakukan agency yang dalam konteks pendapatan adalah sebagai budget minimizer. Dalam penyusunan rancangan anggaran yang menganut konsep partisipatif, SKPD mempunyai ruang untuk membuat budget slack karena memiliki keunggulan informasi tentang potensi pendapatan yang sesungguhnya dibanding DPRD.
3.      Jika dalam APBD “murni” target PAD underestimated, maka dapat “dinaikkan” dalam APBD Perubahan untuk kemudian digunakan sebagai dasar mengalokasikan pengeluaran yang baru untuk belanja kegiatan dalam APBD-P. Penambahan target PAD ini dapat diartikan sebagai hasil evaluasi atas “keberhasilan” belanja modal dalam mengungkit (leveraging) PAD, khususnya yang terealiasai dan tercapai outcome-nya pada tahun anggaran sebelumnya.
Kebijakan keuangan daerah diarahkan untuk meningkatkan pendapatan asli daerah sebagai sumber utama pendapatan daerah yang dapat dipergunakan oleh daerah dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan daerah sesuai dengan kebutuhannya guna memperkecil ketergantungan dalam mendapatkan dana dan pemerintah tingkat atas (subsidi). Dengan demikian usaha peningkatan pendapatan asli daerah seharusnya dilihat dari perspektif yang Iebih luas tidak hanya ditinjau dan segi daerah masing-masing tetapi daham kaitannya dengan kesatuan perekonomian Indonesia. Pendapatan asli daerah itu sendiri, dianggap sebagai alternatif untuk memperoleh tambahan dana yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan pengeluaran yang ditentukan oleh daerah sendiri khususnya keperluan rutin. Oleh karena itu peningkatan pendapatan tersebut merupakan hal yang dikehendaki setiap daerah. (Mamesa, 1995:30)
Sebagaimana telah diuraikan terlebih dahulu bahwa pendapatan daerah dalam hal ini pendapatan asli daerah adalah salah satu sumber dana pembiayaan pembangunan daerah pada Kenyataannya belum cukup memberikan sumbangan bagi pertumbuhan daerah, hal ini mengharuskan pemerintah daerah menggali dan meningkatkan pendapatan daerah terutama sumber pendapatan asli daerah.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan pendapatan daerah yang bersumber dari hasil pajak daerah, hasil retribusi Daerah, basil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai mewujudan asas desentralisasi. (Penjelasan UU No.33 Tahun 2004)
C. Pembangunan Ekonomi Regional
Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya (Todaro, 2000).
Masalah pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk mencipatakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi.
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan institusi – institusi baru, pembangunan industri – industri alternatif, perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan pengembangan perusahaan-perusahaan baru.
Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Dalam upaya untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakatnya harus secara bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Oleh karena itu pemerintah daerah berserta pertisipasi masyarakatnya dan dengan menggunakan sumber daya-sumber daya yang ada harus mampu menaksir potensi sumber daya yang diperlukan untuk merancang dan membangun perekonomian daerah. 
D. Faktor – Faktor Penyebab Ketimpangan
Sudah cukup banyak studi yang menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi atau wilayah di Indonesia. Di antaranya dari Esmara (1975), Sediono dan Igusa (1992), Azis (1989), Hill dan Wiliams (1989), Sondakh (1994), dan Safrizal (1997,2000). Kesimpulan dari semua studi-studi tersebut adalah bahwa faktor-faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan antar daerah. Ekonomi dari daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat konsentrasi ekonomi rendahan cenderung mempunyai tingkat pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah. Di Indonesia, strategi pembangunan ekonomi nasional yang diterapkan selama pemerintahan Orde Baru membuat secara langsung maupun tidak langsung terpusatnya pembangunan ekonomi di Jawa, khususnya Jawa Barat dan Jawa Timur, dan hingga tingkat tertentu di Sumatra. Ini membuat terbelakangnya pembangunan ekonomi diprovinsi-provinsi di luar Jawa, khususnya di IKT.
Selain itu, memusatnya pembangunan ekonomi di Jawa juga disebabkan oleh berbagai hal lain, di antaranya ketersediaan infrastruktur dan letak geografis. Ekspansi ekonomi dalam pola seperti ini terbukti mempunyai pengaruh yang merugikan bagi daerah-daerah lain, karena L dan K yang ada, serta kegiatan perdagangan pindah dari daerah-daerah di luar Jawa ke Jawa. Khususnya migrasi L, baik dari kategori L berpendidikan rendah maupun berpendidikan tinggi terus mengalir ke Jawa, sehingga merugikan daerah-daerah lain salah satu faktor produksi penting hilang di daerah-daerah. Kerugian yang dialami banyak daerah di luar Jawa, khususnya IKT, karena terpusatnya kegiatan ekonomi nasional di Jawa adalah salah satu contoh konkret dari apa yang dimaksud dengan efek “penyurutan” dari kegiatan ekonomi yang terpusatkan di suatu daerah. Namun, sebenarnya kegiatan ekonomi yang terpusatnya di Jawa tidak harus sepenuhnya merugikan semua daerah lain, khususnya yang dekat dengan Jawa; atau tidak harus memperbesar efek-efek polarisasi. Paling tidak dalam teori, pembangunan ekonomi yang pesat di Jawa selama ini bisa juga memberi banyak keuntungan, misalnya dalam bentuk ekspor dari daerah-daerah tersebut ke Jawa meningkat dan berarti dampak positif terhadap pertumbuhan kesempatan kerja dan pendapatan di daerah-daerah tersebut.
2. Alokasi Investasi
Indikator lain yang juga menujukkan pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA) mau pun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi dari Harrod-Domar yang menerangkan adanya korelasi positif antara tingkat I dan laju pertumbuhan ekonomi, dapat di katakan bahwa kurangnya I di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut rendah , karena tidak ada kegiatan kegiatan ekonomi yang produktif seperti industri manufaktur.
E. Pembangunan Indonesia Bagian Timur
Mengacu kepada hal itu strategi utama yang harus dibangun salah satunya adalah penguatan konektivitas nasional. Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (FEUI) Emil Salim mengatakan, untuk mengembangkan keutuhan NKRI, perlu mengutamakan penggalakan konektivitas Indonesia bagian barat dan timur. Sebab, menurut beliau, saat ini Indonesia bagian timur masih tertinggal sehingga tidak menarik minat pengusaha berinvestasi di sana. Indonesia bagian timur harus dibangun, harus dikembangkan terus, untuk memperkuat perekonomian di Indonesia, koridor ekonomi di Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara, Papua, dan Kepulauan Maluku, masih mencatat angka buruk di semua indikator kesejahteraan penduduk, kemiskinan, gizi buruk“.
F. Teori dan analisis pembangunan ekonomi daerah
Ada sejumlah teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antardaerah diantaranya yang umum digunakan adalah teori basis ekonomi, teori lokasi dan teori daya tarik industri.
1. Teori pembangunan ekonomi daerah
a. Teori basis ekonomi
Teori basis ekonomi menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah.
b. Teori lokasi
Teori lokasi juga sering digunakan untuk penentuan atau pengembangan kawasan industri di suatu dareah. Inti pemikiran dari teori ini didasarkan pada sifat rasional pengusaha/perusahaan yang cenderung mencari keuntungan setinggi mungkin dengan biaya serendah mungkin oleh karena itu, pengusaha akan memilih lokasi usaha yang memaksimalkan keuntungannya dan meminimalisasikan biaya usaha atau produksinya, yakni lokasi yang dekat dengan tempat bahan baku dan pasar.
c. Teori daya tarik industri
Dalam upaya pembangunan ekonomi daerah di Indonesia sering di pertanyakan. Jenis – jenis industri apa saja yang tepat untuk dikembangkan (diunggulkan) ? Ini adalah masalah membangun fortofolio industri suatu daerah.
2. Model analisis pembangunan daerah
Selain teori-teori di atas, ada beberapa metode yang umum digunakan untuk menganalisi posisi relative ekonomi suatu daerah; salah satu di antaranya adalah metode analisis shift-share (SS), location questitens, angka pengganda pendapatan, analisis input output (i-o), dan model perumbuhan Harold-domar. Berikut adalah sebagian penjelasan dari model analisis dalam pembagunaan daerah.
a. Analisis SS
Dengan pendekatan analisis ini ,dapat di analisis kinerja perekonomian suatu daerah dengan membandingkannya dengan daerah yang lebih besar ( nasional).
b. Location Quotients (LQ)
Yaitu untuk mengukur konsentrasi dari suatu kegiatan ekonomi atau sektor di suatu daerah dengan cara membandingkan peranannya adalah perekonomian daerah tersebut dengan peranan dari kegiatan ekonomi atau sektor yang sampai di tingkat yang sama.
c. Angka Pengganda Pendapatan
Metode ini umum digunakan untuk mengukur potensi kenaikan pendapatan suatu daerah dari suatu kegiatan ekonomi yang baru atau peningkatan output dari suatu sektor di daerah tersebut.
d. Analisis Input-Output (I-O)
Analisis I-O merupakan salah satu metode analisis yang sering digunakan untuk mengukur perekonomian suatu daerah dengan melihat keterkaitan antarsektor dalam usaha memahami kompleksitas perekonomian daerah tersebut, serta kondisi yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan antara AS dan AD.
BAB VII
Sektor Pertanian
1.      Sektor Pertanian di Indonesia
·         Selama periode 1995-1997è PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain seperti manufaktur meningkat.
·         Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian < ouput sektor non pertanian.
·         1999 semua sektor turun kecuali listrik, air dan gas.
Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan:
·         Iklimè kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun
·         Lahanè lahan garapan petani semakin kecil
·         Kualitas SDMè rendah
·         Penggunaan Teknologièrendah
Sistem perdagangan dunia pasca putaran Uruguay (WTO/GATT) ditandatangani oleh 125 negara anggota GATT telah menimbulkan sikap optimisme & pesimisme Negara LDC’s:
·         Optimisè Persetujuan perdagangan multilateral WTO menjanjikan berlangsungnya perdagangan bebas didunia terbebas dari hambatan tariff & non tariff
·         Pesimisè Semua negara mempunyai kekuatan ekonomi yg berbeda. DC’s mempunyai kekuatan > LDC’s
Perjanjian tersebut merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sebagai akibat dari rendahnya teknologi & SDM, sehingga produk dri DC’s akan membanjiri LDC’s.
Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:
·         Negara dengan pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dalam jangka waktu 6 tahun berikutnya.
·         Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi  sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun.
·         Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%.
·         Reformasi bidang pertanian dalam perjanjian ini tidak berlaku untuk negara miskin.
Liberalisasi perdagangan berdampak negatif bagi Indonesia terhadap produksi padi & non gandum. Untuk AFTA & APEC, liberalisasi perdagangan pertanian menguntungkan Indonesia dengan meningkatnya produksi jenis gandum lainnya (terigu, jagung & kedelai). AFTAèIndonesia menjadi produsen utama pertanian di ASEAN dan output pertanian naik lebih dari 31%. Ekspor pertanian naik 40%.
2.      Nilai Tukar Petani
Nilai tukarè nilai tukar suatu barang dengan barang lainnya. Jika harga produk A Rp 10 dan produk B Rp 20, maka nilai tukar produk A terhadap B = (PA/PB) x 100% = 1/2. Hal ini berarti 1 produk A ditukar dengan ½ produk B. Dengan menukar ½ unit B dapat 1 unit A. Biaya opportunitasnya adalah mengrobankan 1 unit A utk membuat ½ unit B.
Dasar Tukar (DT):
·         DT dalam negeriè pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dg mata uang nasional
·         DT internasional / Terms Of Tradeè pertukaran 2 barang yang berbeda di dalam negeri dengan mata uang internasional
Nilai Tukar Petaniè Selisih harga output pertanian dengan harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar).
Semakin tinggi NTPè semakin baik.
NTP setiap wilayah berbeda dan ini tergantung:
·         Inflasi setiap wilayah
·         Sistem distribusi input pertanian
·         Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)
    D>Sè harga naik & D<Sè harga turun  
3.      Investasi di Sektor Pertanian
Investasi di sektor pertanian tergantung :
·         Laju pertumbuhan output
·         Tingkat daya saing global komoditi pertanian
Investasi :
·         Langsungè Membeli mesin
·         Tidak Langsungè Penelitian & Pengembangan
Hasil penelitian:
·         Supranto (1998)è laju pertumbuhan sektor ini rendah, karena PMDN & PMA serta kerdit yg mengalir kecil. Hal ini karena resiko lebih tinggi (gagal panen) dan nilai tambah lebih kecil di sektor pertanian.
Tabel 5.17 Investasi di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor
1993
1994
1995
1996
Pertanian
2.735
4.545
7.128
15.284
Manufaktur
24.032
31.922
43.342
59.218
·         Simatupang (1995)è kredit perbankan lebih banyak megalir ke sektor non pertanian & jasa dibanding ke sektor pertanian.
Tabel 5.18 Kredit Perbankan di sektor pertanian & industri manufaktur (Rp milyar) 1993-96
Sektor
1993
1994
1995
1996
Pertanian
7.846
8.956
9.841
11.010
Manufaktur
11.346
13.004
15.324
15.102
Penurunan ini disebabkan ROI sektor pertanian +/- 15 %,sehingga tidak menarik.
4.      Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur
Salah satu penyebab krisis ekonomiè kesalahan industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sektor pertanian (+) walaupun kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dalam memajukan industri manufaktur diawali dengan revolusi sektor pertanian.
Alasan sektor pertanian harus kuat dalam proses industrialisasi:
·         Sektor pertanian kuatè pangan terjaminè tidak ada laparèkondisi sospol stabil
·         Sudut Permintaanè Sektor pertanian kuatè pendapatan riil perkapita naikè permintaan oleh petani terhadap produk industri manufaktur naik berarti industri manufaktur berkembang & output industri menjadi input sektor pertanian
·         Sudut Penawaranè permintaan produk pertanian sebagai bahan baku oleh industri manufaktur
·         Kelebihan output sektor pertanian digunakan sebagai investasi sektor industri manufaktur seperti industri kecil di pedesaan.
Kenyataan di Indonesia keterkaitan produksi sektor pertanian dan industri manufaktur sangat lemah dan kedua sektor tersebut sangat bergantung kepada barang impor.
BAB VIII
Industrialisasi di Indonesia
                                                                   
1.      Konsep dan Tujuan Industrialisasi 


Industrialisasiè suatu proses interkasi antara perkembangan teknologi, inovasi, spesialisasi dan perdagangan dunia untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dengan mendorong perubahan struktur ekonomi.
Industrialisasi merupakan salah satu strategi jangka panjang untuk menjamin pertumbuhan ekonomi. Hanya beberapa Negara dengan penduduk sedikit & kekayaan alam melimpah seperti Kuwait & libya ingin mencapai pendapatan yang tinggi tanpa industrialisasi.
2.      Faktor-Faktor Pendorong Industrialisasi
a.       Kemampuan teknologi dan inovasi.
b.      Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita.
c.       Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri. Negara yang awalnya memiliki industri dasar/primer/hulu seperti baja, semen, kimia, dan industri tengah seperti mesin alat produksi akan mengalami proses industrialisasi lebih cepat.
d.      Besar pangsa pasar DN yang ditentukan oleh tingkat pendapatan dan jumlah penduduk. Indonesia dengan 200 juta orang menyebabkan pertumbuhan kegiatan ekonomi.
e.       Ciri industrialisasi yaitu cara pelaksanaan industrialisasi seperti tahap implementasi, jenis industri unggulan dan insentif yang diberikan.
f.       Keberadaan SDA. Negara dengan SDA yang besar cenderung lebih lambat dalam industrialisasi.
g.      Kebijakan/strategi pemerintah seperti tax holiday dan bebas bea masuk bagi industri orientasi ekspor.
3.      Perkembangan Sektor Industri Manufaktur Nasional
Industri diklasifikasikan:
a)      Industri primer/hulu yaitu mengolah output dari sektor pertambangan (bahan mentah) menjadi bahan baku siap pakai untuk kebutuhan proses produksi pada tahap selanjutnya
b)      Industri sekunder/manufaktur yang mencakup: industri pembuat modal (mesin), barang setengah jadi dan alat produksi, dan industri hilir yang memproduksi produk konsumsi
A.     Pertumbuhan output.
Pertumbuhan output yang tinggi disebabkan oleh permintaan eksternal yang tinggi. Pertumbuhan PDB 3 sektor penting di LDCs sebagai berikut:
Sumber Utama Pertumbuhan PDB menurut Tiga Sektor di Negara Berkembang 1970 -1995 (%)
Sektor
Laju Pertumbuhan Rata rata
Pangsa dari Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDB
Pertanian
2,7
3,4
2,4
2,9
10,5
16
8,2
13,9
Manufaktur
6,8
4,6
6,9
5,9
21,3
26
32,1
22,9
Jasa
6,3
3,6
4,5
4,9
50,3
49,4
46,4
47,6
PDB
5,7
3,5
4,7
4,6
100
100
100
100
·         Laju pertumbuhan output rata rata pertahun untuk sektor manufaktur (22,9 %) lebih tinggi dari pertanian (13,9%) periode 1970 – 1995.
·         Kontribusi terhadap pertumbuhan PDB 1970 – 1980 (21,3 %) & 1990 – 1995 (32,1%)
·         Pertmbuhan output sektor manufaktur karena permintaan eksternal èekspor tinggi
Sumber Utama Pertumbuhan PDB menurut Tiga Sektor di Negara Asia Timur & Tenggara 1970 -1995 (%)
Sektor
Laju Pertumbuhan Rata rata
Pangsa dari Kontribusi terhadap Pertumbuhan PDB
Pertanian
1,9
3,2
3,3
2,7
23,6
22,4
22,1
26,2
Manufaktur
4,3
6,9
4,6
5,4
15,5
17,2
15,9
15,0
Jasa
4,3
6,2
5,1
5,2
49,4
49,4
52,7
46,1
PDB
3,3
5,3
4,5
4,3
100
100
100
100
§ Laju pertumbuhan PDB wilayah ini rata rata pertahun 7,4% periode 1970 – 1995 lebih tinggi dari pertumbuhan PDB dunia 2,9 % dan laju pertumbuhan PDB negara berkembang 4,6 %
Tingkat perkembangan industri manufaktur dapat dilihat dari pendalaman struktur industri itu sendiri. Struktur industri:
1. Ragam produk è barang konsumsi, sederhana, barang konsumsi dg kandungan
    teknologi yanglebih canggih, barang modal,
2. Intensitas pemakain faktor produksiè barang dengan padat karya dan barang
    dengan padat modal
3. Orientasi pasar è barang domestik & barang ekspor
B.     Pendalaman Struktur Industri.
Pembangunan ekonomi jangka panjang dapat merubah pusat kekuatan ekonomi dari pertanian menuju industri dan menggeser struktur industri yang memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif.
Perubahan struktur industri disebabkan oleh :
a)Penawaran aggregatè perkembangan teknologi, kualitas SDM, inovasi material baru untuk produksi
b)      Permintaan aggregatè peningkatan pendapatan perkapita yang mengubah volume & pola konsumsi
Distribusi PDB Per Sektor pada Harga Konstan 1983 -1998 (Milyar Rupiah)
Sektor
1983
Harga Konstan 1993
1993
1994
1995
1996
1997
1998
Primer:
1. Pertanian
2. Pertambangan
33,872
17,765
16,107
90,460
58,963
16,107
92,553
59,291
31,497
97,387
61,885
33,262
101,567
63,828
35,502
103,006
64,478
37,739
102,341
64,988
38,538
Sekunder:
1. Manufaktur
2. Listrik, gas & Air
3. Konstruksi
14.807
9,896
314
4,597
99,359
73,556
3,290
22,513
112,210
82,649
3,703
25,585
125,127
91,637
4,292
29,198
140,061
102,260
4,877
32,914
148,456
107,630
5,480
35,346
121,465
94,848
5,582
21,035
Tersier:
1.  Perdag, Hotel,
     Restoran
2. Transportasi &
     Komunikasi
3. Bank & Keuangan
4. Penyewaan & Real
    Estate
5. Jasa Lainnya
28,944
11,419
4,098
2,359
2,356
8,712
139,956
55,298
23,249
14,005
9,695
37,709
149,880
59,504
25,189
15,945
10,087
39,155
161,279
64,231
27,329
18,109
10,643
40,967
172,170
69,475
29,701
18,887
11,266
42,841
181,785
73,524
31,783
19,956
11,826
44,696
152,246
60,253
26,975
13,173
9,476
42,369
PDB
77,623
329,776
354,641
383,792
413,797
433,246
376,051
§ Sejak th 1983 -1990 Sektor primer turun, sedangkan sektor sekunder & tersier
   meningkat
§ Dekade 1980, Pangsa PDB sektor primer lebih tinggi dari industri manufaktur
§ 1990 Pangsa PDB sektor manufakturlebih tinggi dari sektor premier
§ Laju pertumbuhan sektor primer lebih lambat dari sektor sekunder dan tersier
Pertumbuhan PDB pada Harga Konstan 1995 -1998 (%)
Sektor
Harga Konstan 1993
1995
1996
1997
1998*)
1. Pertanian
2. Pertambangan
3. Manufaktur
4. Listrik Gas & Air
5. Konstruksi
6.  Perdag, Hotel, Restoran
7. Transportasi &  Komunikasi
8. Bank & Keuangan
9. Jasa Lainnya
4,38
6,74
10,88
15,91
12,92
7,94
8,5
11,04
3,27
3
5,82
11,59
12,78
12,76
8
8,68
9
3,4
0,72
1,71
6,42
12,75
6,43
5,8
8,31
6,45
2,84
0,22
-4,16
-12,88
3,7
39,74
18,95
12,8
26,74
4,71
PDB
8,22
7,98
4,71
13,68
PDB tanpa Migas
9,24
8,34
5,45
14,78
*) Angka Sementara
§ Tahun 1995 Pertumbuhan PDB 4,38 % dan th 1998 menurun sampai menjadi 0,22% sebagai akibat krisis
§  Listrik Gas & Air mampu bertahan terhadap krisis
§ Pertanian tetap tumbuh karena ekspor mengalami pertumbuhan positif sebagai
   akibat dari kurs rupah yang jatuh, sehingga harga produk murah
Berdasarkan analisis tingkat pendalaman struktur industri :
·         Orientasi perkembangan industri manuafktur di Indonesia masih pada barang konsumsi sederhana seperti makanan, minuman pakaian jadi sampail bambu, rotan & kayu
·         Sisi permintaan aggergat, pasar domestik barang konsumsi berkembang pesat seiring laju penduduk & peningkatan pendapatan masyarakat per kapita
·         Sisi penawaran aggregat, Sarana dan prasarana menunjang untuk produksi barang konsumsi tersebut dibandingkan barang modal
·         Aspek teknolgi, kandungan teknologi barang konsumsi lebih rendah
C.     Tingkat Teknologi produk manufaktur.
Teknologi yang digunakan dalam industri manufaktur mencakup:
a)      Teknologi tinggi mencakup: komputer, obat-obatan, produk elektronik, alat komunikasi dan sebagainya
b)      Teknologi sedang mencakup: plastik, karet, produk logam sederhana, penyulingan minyak, produk mineral bukan logam
c)      Teknolgi rendah mencakup: kertas, percetakan, tekstil, pakaian jadi, minuman, rokok, dan mebel

Tingkat Teknologi produksi manufaktur beberapa negara
Negara
Tek. Tinggi
Tek. Sedang
Tek. Rendah
1985
1997
1985
1997
1985
1997
Taiwan
33
52
34
31
33
17
Korsel
36
53
30
29
34
18
Malaysia
34
51
30
30
36
19
Filipina
23
38
19
20
58
42
Indonesia
15
28
47
25
38
47
India
33
40
30
29
37
31
Polandia
30
33
32
30
39
37
Argentina
34
30
19
22
47
48
Afrika Selatan
25
26
40
39
35
34
Pertumbuhan ekspor Indonesia menurut intensitas FP.
Jumlah jenis produk
Jenis produk
Nilai ekspor (US$juta)
% Pertumbuhan
1995
1994
1995
16
Padat SDA
12.604,8
14.617,4
16
11
Padat Karya dengan ketrampilan rendah
8.028
8.606,5
9,7
7
Padat Karya dengan ketrampilan tinggi
2.688,2
3.093,9
15,1
4
Padat teknologi tinggi
1.032,3
1.304,4
26,3
Kinerja Sektor Manufaktur 1985-1997 (%)
Perub. Struktural
Pertumbahan Rata-Rata Per Tahun (%)
1985
1997
1999
1985-88
1989-93
1994-99
% NTM
% Manufaktur dalam Ekspor
11
14
23
47
23
47
NTM
EM
E4
12
33
36
22
27
28
12
7
1
NTM = Nilai tambah manufaktur, EM = Ekspor manufaktur, E4 = Ekspor 4 produk unggulan: kayu lapis, tekstil, pakaian jadi dan alas kaki.
§ Sebelum krisis mengalami kenaikan
§ Selama krisis mengalami penurunan
Struktur Output Asean1980-1995 (%)
Negara
Nilai Tambah dari PDB
Pertanian
Industri Manufaktur
Jasa
1980
1995
1980
1995
1980
1995
Indonesia
24
16
13
24
34
41
Malaysia
22
13
21
3
40
44
Filipina
25
22
26
23
36
46
Myanmar
47
63
10
7
41
28
Singapura
1
0
29
27
61
64
Thailand
23
11
22
29
48
49
Vietnam
28
22
42
§ Kontribusi pembentukan PDB dari industri manufaktur relative kecil dibanding
   malaysia dan thailand
Pertumbuhan Output Asean1980-1995 (%)
Negara
Nilai Tambah dari PDB
Pertanian
Industri Manufaktur
Jasa
1980-90
1990-93
1980-90
1990-93
1980-90
1990-93
Indonesia
3,4
2,9
12,6
11,2
7
7,4
Malaysia
3,8
2,6
8,9
13,2
4,2
8,6
Filipina
1,0
1,6
0,2
1,8
2,8
2,7
Myanmar
0,5
5,1
-0,2
7
0,7
5,5
Singapura
-6,2
0,5
6,6
8,3
7,2
8,4
Thailand
24,0
3,1
9,5
11,6
7,3
7,8
D.    Ekspor
Kinerja ekspor dapat digunakan untuk mengukur hasil pembangunan industry manufaktur.
Tingkat Ekspor Manufaktur dan Sahamnya dalam Ekspor Total. (US$)
Ekspor Manufaktur per US1,000 dari PDB
% pangsa dalam ekspor total
1985
1997
%/TAHUN
1985
1997
BEDA
Thailand
69
267
12
38
71
33
Korsel
293
267
-1
91
91
0
Malaysia
136
611
13
27
77
50
Filipina
40
135
11
27
45
18
Indonesia
31
132
15
14
52
28
India
25
66
8
58
74
16
Polandia
102
138
3
63
73
10
Argentina
20
28
3
21
34
13
Afrika Selatan
Na
91
15
Na
58
-
E.     Ketergantungan Impor
Ketergantungan terhadap impor juga merupakan indicator keberhasilan pembangunan sektor industry.
Saldo Neraca Perdagangan Manufaktur Indonesia (US$ milyar)
Periode
Nilai ekspor
Nilai impor
Saldo
1975-1981
0,8
6,3
-5,5
1982-1984
1,8
10,3
-8,5
1985-1988
3,9
8,8
-4,9
1989-1993
13,4
18,6
-5,1
1994-1997
24,4
29,5
-5,1
1998-1999
27,2
16,9
10,3
4.      Permasalahan Industrialisasi
Industri manufaktur di LDCs lebih terbelakang dibandingkan di DCs, hal ini karena :
Total faktor production rendah (Produktivtyas F.P secara parsial maupun total rendah)
 
1. Keterbatasan teknologi
2. Kualitas Sumber daya Manusia
3. Keterbatasan dana pemerintah (selalu difisit) dan sektor swasta
4. Kerja sama antara pemerintah, industri dan lembaga pendidikan & penelitian
    masih rendah
Masalah dalam industri manufaktur nasional :
1. Kelemahan struktural
·         Basis ekspor & pasar masih sempitè walaupun Indonesia mempunyai banyak sumber daya alam & TK, tapi produk & pasarnya masih terkonsentrasi:
a.       terbatas pada empat produk (kayu lapis, pakaian jadi, tekstil & alas kaki)
b.      Pasar tekstil & pakaian jadi terbatas pada beberapa negara: USA, Kanada, Turki & Norwegia
c.       USA, Jepang & Singapura mengimpor 50% dari total ekspor tekstil & pakaian jadi dari Indonesia
d.      Produk penyumbang 80% dari ekspor manufaktur indonesia masih mudah terpengaruh oleh perubahan permintaan produk di pasar terbatas
e.       Banyak produk manufaktur terpilih padat karya mengalami penurunan harga muncul pesaing baru seperti Cina & Vietnam
f.       Produk manufaktur tradisional menurun daya saingnya sebagai akibat faktor internal seperti tuntutan kenaikan upah
·         Ketergantungan impor sangat tinggi
1990, Indonesia menarik banyak PMA untuk industri berteknologi tinggi seperti kimia, elektronik, otomotif, dsb, tapi masih proses penggabungan, pengepakan dan assembling dengan hasil:
a.       Nilai impor bahan baku, komponen & input perantara masih tinggi di atas 45%
b.      Industri padat karya seperti tekstil, pakaian jadi & kulit bergantung kepada impor bahan baku, komponen &  input perantara  masih tinggi.
c.       PMA sektor manufaktur masih bergantung kepada suplai bahan baku & komponen dari LN
d.      Peralihan teknologi (teknikal, manajemen, pemasaran, pengembangan organisasi dan keterkaitan eksternal) dari PMA masih terbatas
e.       Pengembangan produk dengan merek sendiri dan pembangunan jaringan pemasaran masih terbatas
·         Tidak ada industri berteknologi menengah
a.       Kontribusi industri berteknologi menengah (logam, karet, plastik, semen) terhadap pembangunan sektor industri manufaktur menurun tahun 1985 -1997.
b.      Kontribusi produk padat modal (material dari plastik, karet, pupuk, kertas, besi & baja) terhadap ekspor menurun 1985 – 1997.
c.       Produksi produk dengan teknologi rendah berkembang pesat.
·         Konsentrasi regional
            Industri menengah & besar terkonsentrasi di Jawa.
2. Kelemahan organisasi
·         Industri kecil & menengah masih terbelakangèproduktivtas rendahè Jumlah TK masih banyak (Padat Karya)
·         Konsentrasi Pasar
·         Kapasitas menyerap & mengembangkan teknologi masih lemah
·         SDM yang lemah
5.      Strategi Pembangunan Sektor Industri
a.       Strategi substitusi impor (Inward Looking).
Bertujuan mengembangkan industri berorientasi domestik yang dapat menggantikan produk impor. Negara yang menggunakan strategi ini adalah Korea & Taiwan.
Pertimbangan menggunakan strategi ini:
·         Sumber daya alam & Faktor produksi cukup tersedia
·         Potensi permintaan dalam negeri memadai
·         Sebagai pendorong perkembangan industri manufaktur dalam negeri
·         Kesempatan kerja menjadi luas
·         Pengurangan ketergantungan impor, sehingga defisit berkurang
b.      Strategi promosi ekspor (outward Looking)
Berorientasi ke pasar internasional dalam usaha pengembangan industri dalam negeri yang memiliki keunggulan bersaing.
Rekomendasi agar strategi ini dapat berhasil :
·         Pasar harus menciptakan sinyal harga yang benar yang merefleksikan kelangkaan barang ybs baik pasar input maupun output
·         Tingkat proteksi impor harus rendah
·         Nilai tukar harus realistis
·         Ada insentif untuk peningkatan ekspor
DAFTAR PUSTAKA
SOAL
1.      Tingkat minimum pendapatan yang dianggap perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang mencukupi di suatu negara adalah …
a.       Garis kemiskinan *
b.      Garis pendapatan
c.       Batas maksimum pendapatan
d.      Batas minimum pendapatan
2.      Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi langsung maupun tidak langsung tingkat kemiskinan yaitu, kecuali
a.       Mulai dari tingkat dan laju pertumbuhan output (atau produktifitas tenaga kerja)
b.      Tingkat upah neto
c.       Distribusi pendapatan
d.      Jumlah penduduk *
3.      Dampak dari kemiskinan terhadap masyarakat adalah …
a.       Pengangguran
b.      Kekerasan
c.       Konflik sosial bernuansa SARA
d.      Semua benar *
4.      Penyebab kemiskinan yaitu, kecuali
a.       Individual
b.      Keluarga
c.       Struktural
d.      Situasional *
5.      Gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain merupakan contoh penyebab kemiskinan dari faktor …
a.       Penyebab agensi *
b.      Penyebab sub-budaya
c.       Penyebab Keluarga
d.      Penyebab Struktural
6.      Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan adalah …
a.       Otonomi Daerah *
b.      Pemerintah Daerah
c.       Pokok-Pokok pemerintahan
d.      APBD
7.      Aturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah adalah, kecuali
a.       Undang-Undang No. 5 Tahun 1974
b.      Undang-Undang No. 22 Tahun 1999
c.       Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
d.      Undang-Undang No. 99 Tahun 1997 *
8.      Faktor-faktor utama penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi antar provinsi di Indonesia adalah …
a.       Konsentrasi Kegiatan Ekonomi Wilayah
b.      Alokasi Investasi
c.       Semua benar *
d.      Semua salah
9.      Teori yang dapat menerangkan kenapa ada perbedaan dalam tingkat pembangunan ekonomi antardaerah diantaranya yang umum digunakan adalah …
a.       Teori basis ekonomi
b.      Teori lokasi
c.       Teori daya tarik industry
d.      Semua benar *
10.  Metode yang umum digunakan untuk menganalisi posisi relative ekonomi suatu daerah adalah …
a.       Metode analisis shift-share (SS)
b.      Analisis input output (i-o)
c.       Model pertumbuhan Harold-domar
d.      Semua Benar *
11.  Rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan oleh, kecuali
a.       Iklim
b.      Lahan
c.       Kualitas SDM
d.      Pemerataan pendapatan *
12.  Nilai Tukar Petani setiap wilayah berbeda dan ini tergantung ...
a.       Inflasi setiap wilayah
b.      Sistem distribusi input pertanian
c.       Perbedaan ekuilibrium pasar komoditi pertanian setiap wilayah (D=S)
d.      Semua benar *
13.  Selisih harga output pertanian dengan harga inputnya (rasio indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar) adalah ...
a.       Nilai Tukar Pokok
b.      Nilai Tukar Petani *
c.       Nilai Tukar Pendapatan
d.      Semua salah
14.  Contoh peristiwa rendahnya pertumbuhan output pertanian disebabkan oleh iklim adalah …
a.       kemarau jangka panjang berakibat volume dan daya saing turun *
b.      tanah yang tandus
c.       irigasi yang buruk
d.      Kualitas SDM yang buruk
15.  Sektor yang termasuk ke dalam pertanian adalah, kecuali ...
a.       Peternakan
b.      Kehutanan
c.       Perikanan
d.      Manufaktur *
16.  Contoh negara yang mencapai pendapatan tanpa industrialisasi adalah ...
a.       Indonesia dan Inggris
b.      Kuwait dan Libya *
c.       Malaysia dan Papua Nugini
d.      Amerika dan Kanada
17.  Faktor-Faktor Pendorong Industrialisasi adalah ...
  1. Kemampuan teknologi dan inovasi
  2. Laju pertumbuhan pendapatan nasional per kapita
c.       Kondisi dan struktur awal ekonomi dalam negeri
d.      Semua benar *
18.  Industri pembuat modal (mesin) termasuk klasifikasi industri ...
a.       Industri primer/hulu
b.      Industri sekunder/manufaktur *
c.       Industri tersier
d.      Industri parsial
19.  Perubahan struktur industri disebabkan oleh ...
a.       Permintaan agregat
b.      Penawaran agregat
c.       Semua benar *
d.      Semua salah
20.  Komputer, obat-obatan, produk elektronik, alat komunikasi dan sebagainya termasuk tingkat teknologi manufaktur ...
a.       Teknologi tinggi *
b.      Teknologi sedang
c.       Teknologi rendah
d.      Teknologi menengah

0 Comments

Posting Komentar

Copyright © 2009 Winda Larasati All rights reserved. Theme by Laptop Geek. | Bloggerized by FalconHive.